Padang – Realisasi inflasi Sumatera Barat (Sumbar) tiga tahun terakhir (2019-2021) sebesar 1,96% (yoy), menjadikan Sumbar provinsi dengan peringkat inflasi ke-2 tertinggi secara Nasional.
Sementara di Indonesia, Inflasi nasional Juli mencapai 4,94%, melewati target 3% +- 1%. Di beberapa daerah terjadi tekanan inflasi yang cukup tinggi, yang berasal dari komoditas volatile foods. Termasuk di Sumbar yang puncaknya juga terjadi pada Juli 2022, dengan inflasi tahunan volatile food mencapai 19,55% (yoy) dan inflasi umum tahunan mencapai 8,01%.
“Namun Agustus 2022, terjadinya deflasi sebesar 0,95%, sehingga menjadikan realisasi inflasi Sumbar secara tahunan turun menjadi sebesar 7,11% (yoy) dan inflasi volatile food turun menjadi 13,80%. Angka tersebut sayangnya masih jauh di atas sasaran target inflasi nasional yang sebesar 3 ± 1%,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumbar, Wahyu Purnama A, saat memberikan sambutan dalam acara pencanangan GNPIP (Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan) Sumbar, di Auditorium Istana Gubernur Sumbar, Senin (19/9).
Ia mengatakan, realisasi inflasi di Sumbar sampai Agustus 2022 terutama didorong oleh kenaikan harga komoditas volatile foods yakni cabai merah, bawang merah, telur ayam ras, beras, tomat, cabai hijau, daging sapi dan beberapa jenis ikan, sebagai dampak dari keterbatasan pasokan komoditas pangan tersebut akibat curah hujan yang tinggi, kenaikan biaya produksi karena peningkatan harga pupuk dan harga pakan unggas.
“Selanjutnya, berdasarkan pemantauan harga pada minggu 1 dan ke-2 September 2022 ini, harga beberapa komoditas volatile food juga menunjukkan tren peningkatan yakni beras, daging ayam ras, daging sapi dan telur ayam ras,” tambahnya.
Di samping itu, tekanan inflasi juga dipengaruhi oleh kenaikan harga beberapa komoditas administered price, terutama angkutan udara (pada Juli memiliki andil kedua setelah cabe), tarif dasar listrik, dan bahan bakar rumah tangga/LPG.
“Tantangan pengendalian inflasi 2022 juga semakin meningkat dengan adanya penyesuaian harga BBM bersubsidi pada awal September 2022 ini. Berdasarkan data historis kami, penyesuaian harga BBM akan memberikan tekanan yang tinggi pada inflasi Sumbar,” ungkapnya.
Ia mengatakan, GNPIP merupakan bentuk aksi nyata yang bersifat nation-wide, untuk merespon tingginya tekanan inflasi komoditas pangan bergejolak (volatile foods), melalui upaya mendorong peningkatan produksi dan produktivitas komoditas pangan sehingga harga pangan dapat dijaga stabil.
Selanjutnya Pemerintahan Pusat melalui beberapa kementerian dan lembaga juga telah mengeluarkan beberapa arahan dan kebijakan, antara lain menggunakan anggaran Belanja Tak Terduga (BTT) dalam pengendalian inflasi, mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk tematik ketahanan pangan dan pemanfaatan 2% Dana Transport Umum (DTU) untuk membantu sektor transportasi dan tambahan alokasi dana perlindungan sosial.
GNPIP Sumbar akan ditandai dengan pencanangan gerakan menanam cabe di pekarangan dan polybag (urban farming) dan pembukaan pasar murah, penandatanganan komitmen bersama untuk mendukung Gerakan GNPIP, pemberian bibit cabe kepada Kelompok Tani dan Kelompok Wanita Tani, pencanangan gerakan memproduksi dan menggunakan pupuk organik, pembukaan klaster cabe baru dan program pendampingan digital farming serta pemberian bantuan alsintan dan saprodi.
Sementara Asisten Gubernur BI, Dwi Pranoto, mengatakan terdapat 3 (tiga) kata kunci dalam pelaksanaan GNPIP, yaitu “Sinergi, Inovasi, dan Digitalisasi”. Dalam pelaksanaannya, GNPIP mengedepankan sinergi dan komitmen bersama antara TPIP dan TPID.
“Selanjutnya, GNPIP mengoptimalkan upaya dan aksi nyata secara end to end, dengan inovasi dan digitalisasi guna mendukung tercapainya outcome berupa stabilitas harga dan ketahanan pangan,” katanya.
Ia mengatakan sejak pencanangan GNPIP pada 10 Agustus 2022, telah ditandatangani lebih dari 40 MoU Kerjasama Antar Daerah (KAD) baru, sehingga saat ini terdapat lebih dari 140 KAD di Indonesia, baik dengan skema G2G maupun B2B. Komoditas yang dikerjasamakan beranekaragam, didominasi oleh beras (35 KAD atau 25%), Bawang merah (19 KAD atau 13, 57%) dan Aneka cabai (13 KAD atau 9,28).
Sedangkan Gubernur Mahyeldi mengatakan GNPIP Sumbar merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah daerah Sumbar, Forkopimda, beserta seluruh stakeholders terkait dalam menjaga kestabilan inflasi komoditas pangan dan menjaga daya beli masyarakat.
Sign in
Sign in
Recover your password.
A password will be e-mailed to you.
dailypornhd.pro
fsiblog